Presiden
Soekarno
Ketika
dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh
orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun
namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari
seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna. Nama
"Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf
"a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su"
memiliki arti "baik".
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah. Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah. Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Masa kecil Soekarno hanya
beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat,
beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto,
politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS
(Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng
jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan
melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang
sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar
"Ir" pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah
melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta
memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI
tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno
mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17
Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno
terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi".
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi".
PRESTASI
SOEKARNO
01 juni 1945
Soekarno menyampaikan visi tentang falsafah dan dasar Negara yang kemudian
dikenal sebagai hari lahir pancasila. Pada tanggal 18-25 april 1955 Soekarno
membawa Indonesia berhasil menyelenggarakan Konferesi Asia Afrika di Bandung.
05 juli 1959 Soekarno mengeluarkan dekrit yang menyatakan berlakunya kembali
UUD 1945. 30 september 1960 Soekarno mengingatkan pembebasan Irian Barat dan
direalisasikan dengan Trikora. 14 Januari 1999 mendapat tanda penghargaan
lencana tugas kencana, sebagian dari sederet gelar lainya, termasuk 27 gelar
doktor kehormatan.
Gus
Dur…Bapak Demokrasi-Pluralisme
Biografi Singkat, Bapak Demokrasi-Pluralis
Presiden Kiai Haji Abdurrahman
Wahid atau dikenal sebagai Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 7
September 1940. Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara dari keluarga
yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya
adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama
(NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar
pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H.
Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun
1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar
Jombang. Selain Gus Dur, adiknya Gus Dur juga merupakan sosok tokoh nasional.
Berdasarkan silsilah keluarga, Gus
Dur mengaku memiliki darah Tionghoa yakni dari keturunan Tan Kim Han yang
menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri
Kesultanan Demak. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa merupakan anak dari Putri Campa,
puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V (Suara Merdeka,
22 Maret 2004).
Gus Dur sempat kuliah di
Universitas Al Azhar di Kairo-Mesir (tidak selesai) selama 2 tahun dan
melanjutkan studinya di Universitas Baghdad-Irak. Selesai masa studinya, Gus
Dur pun pulang ke Indonesia dan bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan
dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada 1971. Gus Dur terjun dalam dunia
jurnalistik sebagai kaum ‘cendekiawan’ muslim yang progresif yang berjiwa
sosial demokrat. Pada masa yang sama, Gus Dur terpanggil untuk berkeliling
pesantren dan madrasah di seluruh Jawa. Hal ini
dilakukan demi menjaga agar nilai-nilai tradisional pesantren tidak tergerus,
pada saat yang sama mengembangkan pesantren. Hal ini disebabkan pada
saat itu, pesantren berusaha mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan cara
mengadopsi kurikulum pemerintah.
Karir KH Abdurrahman Wahid terus
merangkak dan menjadi penulis nuntuk majalah Tempo dan koran Kompas. Artikelnya
diterima dengan baik dan ia mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator
sosial. Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan
kuliah dan seminar, membuat dia harus pulang-pergi antara Jakarta dan Jombang,
tempat Wahid tinggal bersama keluarganya.
Meskipun memiliki karir yang sukses
pada saat itu, Gus Dur masih merasa sulit hidup
hanya dari satu sumber pencaharian dan ia bekerja untuk mendapatkan pendapatan
tambahan dengan menjual kacang dan mengantarkan es untuk digunakan pada bisnis
Es Lilin istrinya (Barton.2002. Biografi Gus Dur, LKiS,
halaman 108)
Sakit
Bukan Menjadi Penghalang Mengabdi
Pada Januari 1998, Gus Dur diserang
stroke dan berhasil diselamatkan oleh tim dokter. Namun, sebagai akibatnya
kondisi kesehatan dan penglihatan Presiden RI ke-4 ini memburuk. Selain
karena stroke, diduga masalah kesehatannya juga disebabkan faktor keturunan
yang disebabkan hubungan darah yang erat diantara orangtuanya.
Dalam keterbatasan fisik dan
kesehatnnya, Gus Dur terus mengabdikan diri untuk masyarakat dan bangsa
meski harus duduk di kursi roda. Meninggalnya Gus Dur pada 30 Desember 2009 ini
membuat kita kehilangan sosok guru bangsa. Seorang tokoh bangsa yang berani
berbicara apa adanya atas nama keadilan dan kebenaran dalam kemajemukan hidup
di nusantara.
Selama hidupnya,
Gus Dur mengabdikan dirinya demi bangsa. Itu terwujud dalam pikiran dan
tindakannya hampir dalam sisi dimensi eksistensinya. Gus Dur lahir dan besar di
tengah suasana keislaman tradisional yang mewataki NU, tetapi di kepalanya
berkobar pemikiran modern. Bahkan dia dituduh terlalu liberal dalam pikiran
tentang keagamaan. Pada masa Orde Baru, ketika militer sangat ditakuti, Gus Dur
pasang badan melawan dwi fungsi ABRI. Sikap itu diperlihatkan ketika menjadi
Presiden dia tanpa ragu mengembalikan tentara ke barak dan memisahkan polisi dari
tentara.
Setelah tidak lagi menjabat
presiden, Gus Dur kembali ke kehidupannya semula. Kendati sudah menjadi
partisan, dalam kapasitasnya sebagai deklarator dan Ketua Dewan Syuro PKB, ia
berupaya kembali muncul sebagai Bapak Bangsa. Seperti sosoknya sebelum menjabat
presiden. Meski ia pernah menjadi Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU), sebuah
organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan anggota sekitar 38 juta
orang. Namun ia bukanlah orang yang sektarian. Ia seorang negarawan. Tak jarang
ia menentang siapa saja bahkan massa pendukungnya sendiri dalam menyatakan
suatu kebenaran. Ia seorang tokoh muslim yang berjiwa kebangsaan.
“Tidak
penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik
untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”
-Gus Dur- (diungkap kembali oleh Hermawi Taslim)
-Gus Dur- (diungkap kembali oleh Hermawi Taslim)
Dalam komitmennya yang penuh
terhadap Indonesia yang plural,
Gus Dur muncul sebagai tokoh yang sarat kontroversi. Ia dikenal sebagai
sosok pembela yang benar. Ia berani berbicara dan berkata yang sesuai dengan
pemikirannya yang ia anggap benar, meskipun akan berseberangan dengan banyak
orang. Apakah itu kelompok minoritas atau mayoritas. Pembelaannya kepada
kelompok minoritas dirasakan sebagai suatu hal yang berani. Reputasi ini sangat
menonjol di tahun-tahun akhir era Orde Baru. Begitu menonjolnya peran ini
sehingga ia malah dituduh lebih dekat dengan kelompok minoritas daripada
komunitas mayoritas Muslim sendiri. Padahal ia adalah seorang ulama yang oleh
sebagian jamaahnya malah sudah dianggap sebagai seorang wali.
Karir Organisasi NU
Pada awal 1980-an, Gus Dur
terjun mengurus Nahdlatul Ulama (NU) setelah tiga kali ditawarin oleh kakeknya.
Dalam beberapa tahun, Gus Dur berhasil mereformasi tubuh NU sehingga membuat
namanya semakin populer di kalangan NU. Pada Musyawarah Nasional 1984, Gus Dur
didaulat sebagai Ketua Umum NU. Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus
dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan
kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga dapat menandingi sekolah sekular.
Selama memimpin organisasi massa
NU, Gus Dur dikenal kritis
terhadap pemerintahan Soeharto. Pada Maret 1992, Gus Dur berencana
mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan ulang tahun NU ke-66 dan mengulang
pernyataan dukungan NU terhadap Pancasila. Wahid merencanakan acara itu
dihadiri oleh paling sedikit satu juta anggota NU. Namun, Soeharto menghalangi
acara tersebut, memerintahkan polisi untuk mengembalikan bus berisi anggota NU
ketika mereka tiba di Jakarta. Akan tetapi, acara itu dihadiri oleh 200.000
orang. Setelah acara, Gus Dur mengirim surat protes kepada Soeharto menyatakan
bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan Islam yang terbuka, adil dan
toleran.
Menjelang Munas 1994, Gus Dur
menominasikan dirinya untuk masa jabatan ketiga. Mendengar hal itu, Soeharto
ingin agar Wahid tidak terpilih. Pada minggu-minggu sebelum Munas, pendukung
Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko berkampanye melawan terpilihnya kembali
Gus Dur. Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat
oleh ABRI dalam tindakan intimidasi. Terdapat juga usaha menyuap anggota NU
untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU untuk
masa jabatan ketiga. Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan
Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang
menggunakan nama ayahnya memiliki popularitas yang besar dan berencana tetap
menekan rezim Soeharto.
Menjadi Presiden RI ke-4
Pada Juni 1999, partai PKB ikut
serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P
memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan
memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak
memiliki mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli,
Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim. Poros Tengah
mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan
komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.
Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak
pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden.
Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999,
MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid
kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan
Megawati hanya 313 suara.
Tidak senang karena calon mereka
gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari
bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil presiden. Setelah meyakinkan
jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan
membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut
serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden
dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.
Pengabdian Sebagai Presiden RI ke-4
Pasca kejatuhan rezim Orde Baru
pada 1998, Indonesia mengalami ancaman disintegrasi kedaulatan negara. Konflik
meletus dibeberapa daerah dan ancaman separatis semakin nyata. Menghadapi hal
itu, Gus Dur melakukan pendekatan yang lunak terhadap daerah-daerah yang
berkecamuk. Terhadap Aceh, Gus Dur memberikan opsi referendum otonomi dan
bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dilakukan
Gus Dur dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah
tersebut. Netralisasi Irian Jaya, dilakukan Gus Dur pada 30
Desember 1999 dengan mengunjungi ibukota Irian Jaya. Selama kunjungannya,
Presiden Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia
mendorong penggunaan nama Papua.
Sebagai seorang Demokrat saya
tidak bisa menghalangi keinginan rakyat Aceh untuk menentukan nasib sendiri.
Tetapi sebagai seorang republik, saya diwajibkan untuk menjaga keutuhan Negara
kesatuan Republik Indonesia.
Presiden Abdurrahman Wahid dalam wawancara dengan Radio Netherland
Presiden Abdurrahman Wahid dalam wawancara dengan Radio Netherland
Benar… Gus Dur lah menjadi pemimpin
yang meletak fondasi perdamaian Aceh. Pada pemerintahan Gus Durlah, pembicaraan
damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Indonesia menjadi terbuka. Padahal,
sebelumnya, pembicaraan dengan GAM sesuatu yang tabu, sehingga peluang
perdamaian seperti ditutup rapat, apalagi jika sampai mengakomodasi tuntutan
kemerdekaan. Saat sejumlah tokoh nasional mengecam pendekatannya untuk Aceh,
Gus Dur tetap memilih menempuh cara-cara penyelesaian yang lebih simpatik:
mengajak tokoh GAM duduk satu meja untuk membahas penyelesaian Aceh secara
damai. Bahkan, secara rahasia, Gus Dur mengirim Bondan Gunawan, Pjs Menteri
Sekretaris Negara, menemui Panglima GAM Abdullah Syafii di pedalaman Pidie. Di
masa Gus Dur pula, untuk pertama kalinya tercipta Jeda Kemanusiaan.
Selain usaha perdamaaian dalam
wadah NKRI, Gus Dur disebut sebagai pionir dalam mereformasi
militer agar keluar dari ruang politik. Dibidang pluralisme, Gus Dur menjadi Bapak “Tionghoa”
Indonesia. Dialah tokoh nasional yang berani membela orang Tionghoa untuk
mendapat hak yang sama sebagai warga negara. Pada tanggal 10 Maret 2004,
beberapa tokoh Tionghoa Semarang memberikan penghargaan KH Abdurrahman Wahid
sebagai “Bapak Tionghoa”. Hal ini tidak lepas dari jasa Gus Dur mengumumkan
bahwa Tahun
Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional yang kemudian diperjuangkan
menjadi Hari Libur Nasional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan
penggunaan huruf Tionghoa. Dan atas jasa Gus Dur pula akhirnya pemerintah
mengesahkan Kongfucu sebagai agama resmi ke-6 di Indonesia.
Selain berani membela hak minoritas
etnis Tionghoa, Gus Dur juga merupakan pemimpin tertinggi Indonesia pertama
yang menyatakan permintaan maaf kepada para keluarga PKI yang mati dan disiksa
(antara 500.000 hingga 800.000 jiwa) dalam gerakan pembersihan PKI
oleh pemerintahan Orde Baru. Dalam hal ini, Gus Dur memang seorang tokoh
pahlawan anti diskriminasi. Dia menjadi inspirator pemuka agama-agama untuk
melihat kemajemukan suku, agama dan ras di Indonesia sebagian bagian dari
kekayaan bangsa yang harus dipelihara dan disatukan sebagai kekuatan
pembangunan bangsa yang besar.
Dalam kapasitas dan ‘ambisi’-nya,
Presiden Abdurrahman Wahid sering melontarkan pendapat kontroversial. Ketika
menjadi Presiden RI ke-4, ia tak gentar mengungkapkan sesuatu yang diyakininya
benar kendati banyak orang sulit memahami dan bahkan menentangnya. Kendati
suaranya sering mengundang kontroversi, tapi suara itu tak jarang malah menjadi
kemudi arus perjalanan sosial, politik dan budaya ke depan. Dia memang seorang
yang tak gentar menyatakan sesuatu yang diyakininya benar. Bahkan dia juga tak
gentar menyatakan sesuatu yang berbeda dengan pendapat banyak orang. Jika
diselisik, kebenaran itu memang seringkali tampak radikal dan mengundang
kontroversi.
Kendati pendapatnya tidak selalu
benar — untuk menyebut seringkali tidak benar menurut pandangan pihak lain —
adalah suatu hal yang sulit dibantah bahwa banyak
pendapatnya yang mengarahkan arus perjalanan bangsa pada rel yang benar sesuai
dengan tujuan bangsa dalam Pembukaan UUD 1945. Bagi
sebagian orang, pemikiran-pemikiran Gus Dur sudah terlalu jauh melampui zaman.
Ketika ia berbicara pluralisme diawal diawal reformasi, orang-orang baru mulai
menyadari pentingnya semangat pluralisme dalam membangun bangsa yang beragam di
saat ini.
Dan apabila kita meniliki pada
pemikirannya, maka akan kita dapatkan bahwa sebagian besar pendapatnya jauh
dari interes politik pribadi atau kelompoknya. Ia berani berdiri di depan untuk
kepentingan orang lain atau golongan lain yang diyakninya benar. Malah sering
seperti berlawanan dengan suara kelompoknya sendiri. Juga bahkan ketika ia
menjabat presiden, sepetinya jabatan itu tak mampu mengeremnya untuk menyatakan
sesuatu. Sepertinya, ia melupakan jabatan politis yang empuk itu demi sesuatu
yang diyakininya benar. Sehingga saat ia menjabat presiden, banyak orang
menganggapnya aneh karena sering kali melontarkan pernyataan yang mengundang
kontroversi.
Belum satu bulan menjabat presiden,
Gus Dur sudah mencetuskan pendapat yang memerahkan kuping sebagian besar
anggota DPR. Di hadapan sidang lembaga legislatif, yang anggotanya segaligus
sebagai anggota MPR, yang baru saja memilihnya itu,
Gus Dur menyebut para anggota legislatif itu seperti anak Taman Kanak-Kanak.
Selama menjadi Presiden RI itu, Gus
Dur mendapat kritik karena seringnya melakukan kunjungan ke luar negeri
sehingga dijuliki “Presiden Pewisata“. Pada tahun 2000, muncul dua skandal
yang menimpa Presiden Gus Dur yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate.
Pada bulan Mei 2000, BULOG melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan
kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur
ke Bulog untuk mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus
Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga
dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan
sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal
mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate.
Dua skandal “Buloggate” dan
“Brunaigate” menjadi senjata bagi para musuh politik Gus Dur untuk menjatuhkan
jabatan kepresidenannya. Pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang
Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di
Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai
bentuk penunjukan kekuatan. Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit
yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan
rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan
Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR. Namun
dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi
memberhentikan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri.
Itulah akhir perjalanan Gus Dur
menjadi Presiden selama 20 bulan. Selama 20 bulan memimpin, setidaknya Gus Dur
telah membantu memimpin bangsa untuk berjalan menuju proses reformasi yang
lebih baik. Pemikiran dan kebijakannya yang tetap mempertahankan NKRI dalam
wadah kemajukan berdemokrasi sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila merupakan
jasa yang tidak terlupakan.
Biografi (Lengkap) BJ
Habibie : Bapak Teknologi dan Demokrasi Indonesia
Masa Muda
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult.
Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie (73 tahun) merupakan
pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie menjadi
Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI
ke-7. Habibie merupakan “blaster” antara orang Jawa [ibunya] dengan orang
Makasar/Pare-Pare [ayahnya].
Dimasa kecil, Habibie telah
menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung
(ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman
pada 1955. Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo,
Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di
Aachen-Jerman.
Berbeda dengan rata-rata mahasiswa
Indonesia yang mendapat beasiswa di luar negeri, kuliah Habibie (terutama S-1
dan S-2) dibiayai langsung oleh Ibunya yang melakukan usaha catering dan
indekost di Bandung setelah ditinggal pergi suaminya (ayah Habibie). Habibie
mengeluti bidang Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin. Selama
lima tahun studi di Jerman akhirnya Habibie memperoleh gelar Dilpom-Ingenenieur
atau diploma teknik (catatan : diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan
dengan gelar Master/S2 di negara lain) dengan predikat summa cum laude.
Pak Habibie melanjutkan program
doktoral setelah menikahi teman SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada tahun
1962. Bersama dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk
membiayai biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami
bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan
studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan
indeks prestasi summa cum laude.
Karir di
Industri
Selama menjadi mahasiswa tingkat
doktoral, BJ Habibie sudah mulai bekerja untuk menghidupi keluarganya dan biaya
studinya. Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm
atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada
Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode
dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB
(1969-1973). Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya
sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB
periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior bidang teknologi untuk Dewan
Direktur MBB (1978 ). Dialah menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil
menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman ini.
Sebelum memasuki usia 40 tahun,
karir Habibie sudah sangat cemerlang, terutama dalam desain dan konstruksi
pesawat terbang. Habibie menjadi “permata” di negeri Jerman dan iapun mendapat
“kedudukan terhormat”, baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang
Jerman. Selama bekerja di MBB Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil
penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang
Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal
dalam dunia pesawat terbang seperti “Habibie
Factor“, “Habibie
Theorem” dan “Habibie
Method“.
Kembali
ke Indonesia
Pada tahun 1968, BJ Habibie telah
mengundang sejumlah insinyur untuk bekerja di industri pesawat terbang
Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas
rekomendasi Pak Habibie. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill dan
pengalaman (SDM) insinyur Indonesia untuk suatu saat bisa kembali ke Indonesia
dan membuat produk industri dirgantara (dan kemudian maritim dan darat). Dan
ketika (Alm) Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui
seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia, BJ Habibie langsung bersedia dan melepaskan
jabatan, posisi dan prestise tinggi di Jerman. Hal ini dilakukan BJ Habibie
demi memberi sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Pada 1974 di
usia 38 tahun, BJ Habibie pulang ke tanah air. Iapun diangkat menjadi
penasihat pemerintah (langsung dibawah Presiden) di bidang teknologi
pesawat terbang dan teknologi tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari
tahun 1974-1978, Habibie masih sering pulang pergi ke Jerman karena masih
menjabat sebagai Vice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB.
Habibie mulai benar-benar fokus
setelah ia melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan Pesawat Jerman MBB pada
1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga 1997, ia diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu Habibie juga diangkat sebagai Ketua Dewan Riset
Nasional dan berbagai jabatan lainnya.
Pesawat CN-235 karya
IPTN milik AU Spanyol
Ketika menjadi Menristek,
Habibie mengimplementasikan visinya yakni membawa Indonesia menjadi negara
industri berteknologi tinggi. Ia mendorong adanya lompatan dalam strategi
pembangunan yakni melompat dari agraris langsung menuju negara industri maju.
Visinya yang langsung membawa Indonesia menjadi negara Industri mendapat
pertentangan dari berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri yang
menghendaki pembangunan secara bertahap yang dimulai dari fokus investasi di
bidang pertanian. Namun, Habibie memiliki keyakinan kokoh akan visinya, dan ada
satu “quote” yang terkenal dari Habibie yakni :
“I have some figures which
compare the cost of one kilo of airplane compared to one kilo of rice. One kilo
of airplane costs thirty thousand US dollars and one kilo of rice is seven
cents. And if you want to pay for your one kilo of high-tech products with a
kilo of rice, I don’t think we have enough.” (Sumber : BBC: BJ Habibie
Profile -1998.)
Kalimat diatas merupakan
senjata Habibie untuk berdebat dengan lawan politiknya. Habibie ingin
menjelaskan mengapa industri berteknologi itu sangat penting. Dan ia
membandingkan harga produk dari industri high-tech (teknologi tinggi) dengan
hasil pertanian. Ia menunjukkan data bahwa harga 1 kg pesawat terbang adalah
USD 30.000 dan 1 kg beras adalah 7 sen (USD 0,07). Artinya 1 kg pesawat terbang
hampir setara dengan 450 ton beras. Jadi dengan membuat 1 buah pesawat dengan
massa 10 ton, maka akan diperoleh beras 4,5 juta ton beras.
Pola pikir Pak Habibie disambut
dengan baik oleh Pak Harto.Pres. Soeharto pun bersedia menggangarkan dana
ekstra dari APBN untuk pengembangan proyek teknologi Habibie. Dan pada tahun
1989, Suharto memberikan “kekuasan” lebih pada Habibie dengan memberikan
kepercayaan Habibie untuk memimpin industri-industri strategis seperti Pindad,
PAL, dan PT IPTN.
Habibie menjadi RI-1
Secara materi, Habibie sudah sangat
mapan ketika ia bekerja di perusahaan MBB Jerman. Selain mapan, Habibie
memiliki jabatan yang sangat strategis yakni Vice President sekaligus Senior
Advicer di perusahaan high-tech Jerman. Sehingga Habibie
terjun ke pemerintahan bukan karena mencari uang ataupun kekuasaan semata, tapi
lebih pada perasaan “terima kasih” kepada negara dan bangsa Indonesia dan juga
kepada kedua orang tuanya. Sikap serupa pun ditunjukkan oleh Kwik Kian Gie, yakni setelah menjadi orang kaya dan makmur
dahulu, lalu Kwik pensiun dari bisnisnya dan baru terjun ke dunia politik.
Bukan sebaliknya, yang banyak dilakukan oleh para politisi saat ini yang
menjadi politisi demi mencari kekayaan/popularitas sehingga tidak heran praktik
korupsi menjamur.
Tiga tahun setelah kepulangan ke
Indonesia, Habibie (usia 41 tahun) mendapat gelar Profesor Teknik dari ITB.
Selama 20 tahun menjadi Menristek, akhirnya pada tanggal 11 Maret 1998, Habibie
terpilih sebagai Wakil Presiden RI ke-7 melalui Sidang Umum MPR. Di masa itulah
krisis ekonomi (krismon) melanda kawasan Asia termasuk Indonesia. Nilai tukar
rupiah terjun bebas dari Rp 2.000 per dolar AS menjadi Rp 12.000-an per dolar.
Utang luar negeri jatuh tempo sehinga membengkak akibat depresiasi
rupiah. Hal ini diperbarah oleh perbankan swasta yang mengalami kesulitan
likuiditas. Inflasi meroket diatas 50%, dan pengangguran mulai terjadi
dimana-mana.
Pada saat bersamaan, kebencian
masyarakat memuncak dengan sistem orde baru yang sarat Korupsi, Kolusi,
Nepotisme yang dilakukan oleh kroni-kroni Soeharto (pejabat, politisi,
konglomerat). Selain KKN, pemerintahan Soeharto tergolong otoriter, yang
menangkap aktivis dan mahasiswa vokal.
Dipicu penembakan 4 orang mahasiswa
(Tragedi Trisakti) pada 12 Mei 1998, meletuslah kemarahan masyarakat terutama kalangan
aktivis dan mahasiswa pada pemerintah Orba. Pergerakan mahasiswa, aktivis, dan
segenap masyarakat pada 12-14 Mei 1998 menjadi momentum pergantian rezim Orde
Baru pimpinan Pak Hato. Dan pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto terpaksa mundur
dari jabatan Presiden yang dipegangnya selama lebih kurang 32 tahun. Selama 32
tahun itulah, pemerintahan otoriter dan sarat KKN tumbuh sumbur. Selama 32
tahun itu pula, banyak kebenaran yang dibungkam. Mulai dari pergantian
Pemerintah Soekarno (dan pengasingan Pres Soekarno), G30S-PKI, Supersemar,
hingga dugaan konspirasi Soeharto dengan pihak Amerika dan sekutunya yang
mengeruk sumber kekayaan alam oleh kaum-kaum kapitalis dibawah bendera
korpotokrasi (termasuk CIA, Bank Duni, IMF dan konglomerasi).
Soeharto mundur, maka Wakilnya
yakni BJ Habibie pun diangkat menjadi Presiden RI ke-3 berdasarkan pasal 8 UUD
1945. Namun, masa jabatannya sebagai presiden hanya bertahan selama 512 hari.
Meski sangat singkat, kepemimpinan Presiden Habibie mampu membawa bangsa
Indonesia dari jurang kehancuran akibat krisis. Presiden Habibie berhasil
memimpin negara keluar dari dalam keadaan ultra-krisis, melaksanankan transisi
dari negara otorian menjadi demokrasi. Sukses melaksanakan pemilu 1999 dengan
multi parti (48 partai), sukses membawa perubahan signifikn pada stabilitas,
demokratisasi dan reformasi di Indonesia.
Habibie merupakan presiden RI
pertama yang menerima banyak penghargaan terutama di bidang IPTEK baik dari
dalam negeri maupun luar negeri. Jasa-jasanya dalam bidang teknologi pesawat
terbang mengantarkan beliau mendapat gelar Doktor Kehormatan (Doctor of Honoris Causa) dari berbagaai Universitas
terkemuka dunia, antara lain Cranfield Institute of Technology dan Chungbuk
University.
Catatan-Catatan Istimewa BJ Habibie
Habibie
Bertemu Soeharto
“Laksanakan saja tugasmu dengan
baik, saya doakan agar Habibie selalu dilindungi Allah SWT dalam melaksanakan
tugas. Kita nanti bertemu secara bathin saja“, lanjut Pak Harto menolak
bertemu dengan Habibie pada pembicaraan via telepon pada 9 Juni 1998.
(Habibie : Detik-Detik yang Menentukan. Halaman 293)
Salah satu pertanyaan umum dan
masih banyak orang tidak mengetahui adalah bagaimana Habibie yang tinggal di
Pulau Celebes bisa bertemu dan akrab dengan Soeharto yang menghabiskan hampir
seluruh hidupnya di Pulau Jawa?
Pertemuan pertama kali Habibie
dengan Soeharto terjadi pada tahun 1950 ketika Habibie berumur 14 tahun. Pada
saat itu, Soeharto (Letnan Kolonel) datang ke Makasar dalam rangka memerangi
pemberontakan/separatis di Indonesia Timur pada masa pemerintah Soekarno.
Letkol Soeharto tinggal berseberangan dengan rumah keluarga Alwi Abdul Jalil
Habibie. Karena ibunda Habibie merupakan orang Jawa, maka Soeharto pun (orang
Jawa) diterima sangat baik oleh keluarga Habibie. Bahkan, Soeharto turut
hadir ketika ayahanda Habibie meninggal. Selain itu, Soeharto pun menjadi “mak
comblang” pernikahan adik Habibie dengan anak buah (prajurit) Letkol Soeharto.
Kedekatan Soeharto-Habibie terus berlanjut meskipun Soeharto telah kembali ke
Pulau Jawa setelah berhasil memberantas pemberontakan di Indonesia Timur.
Setelah Habibie menyelesaikan studi
(sekitar 10 tahun) dan bekerja selama hampir selama 9 tahun (total 19 tahun di
Jerman), akhirnya Habibie dipanggil pulang ke tanah air oleh Pak Harto.
Meskipun ia tidak mendapat beasiswa studi ke Jerman dari pemerintah, pak
Habibie tetap bersedia pulang untuk mengabdi kepada negara, terlebih permintaan
tersebut berasal dari Pak Harto yang notabene adalah ‘seorang guru’ bagi
Habibie. Habibie pun memutuskan kembali ke Indonesia untuk memberi ilmu kepada
rakyat Indonesia, kembali untuk membangun industri teknologi tinggi di
nusantara.
Bersama Ibnu Sutowo, Habibie
kembali ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden Soeharto pada tanggal 28
Januari 1974. Habibie mengusulkan beberapa gagasan pembangunan seperti berikut:
- Gagasan pembangunan industri pesawat terbang nusantara sebagai ujung tombak industri strategis
- Gagasan pembentukan Pusat Penelitan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek)
- Gagasan mengenai Badan Pengkajian dan Penerapan Ilmu Teknologi (BPPT)
Namun, dimasa tuanya, hubungan
Habibie-Soeharto tampaknya retak. Hal ini dikarenakan berbagai kebijakan
Habibie yang disinyalir “mempermalukan” Pak Harto. Pemecatan Letjen (Purn)
Prabowo Subianto dari jabatan Kostrad karena memobilisasi pasukan kostrad
menuju Jakarta (Istana dan Kuningan) tanpa koordinasi atasan merupakan salah
satu kebijakan yang ‘menyakitkan’ pak Harto. Padahal Prabowo merupakan menantu
kesayangan Pak Harto yang telah dididik dan dibina menjadi penerus Soeharto.
Pemeriksaan Tommy Soeharto sebagai tersangka korupsi turut membuat Pak Harto
‘gerah’ dengan kebijakan pemerintahan BJ Habibe, terlebih dalam beberapa kali
kesempatan di media massa, BJ Habibie memberi lampu hijau untuk
memeriksa Pak Harto. Padahal Tommy Soeharto merupakan putra “emas’ Pak Harto.
Dan sekian banyak kebijakan berlawanan dengan pemerintah Soeharto dibidang
pers, politik, hukum hingga pembebasan tanpa syarat tahanan politik Soeharto
seperti Sri Bintang Pamungkas dan Mukhtar Pakpahan.
Habibie :
Bapak Teknologi Indonesia*
Pemikiran-pemikiran Habibie yang
“high-tech” mendapat “hati” pak Harto. Bisa dikatakan bahwa Soeharto mengagumi
pemikiran Habibie, sehingga pemikirannya dengan mudah disetujui pak Harto. Pak
Harto pun setuju menganggarkan “dana ekstra” untuk mengembangkan ide Habibie.
Kemudahan akses serta kedekatan Soeharto-Habibie dianggap oleh berbagai pihak
sebagai bentuk kolusi Habibie-Soeharto. Apalagi, beberapa pihak tidak setuju
dengan pola pikir Habibie mengingat pemerintah Soeharto mau menghabiskan dana
yang besar untuk pengembangan industri-industri teknologi tinggi seperti saran
Habibie.
Tanggal 26 April 1976, Habibie
mendirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan menjadi industri pesawat terbang pertama di Kawasan Asia
Tenggara (catatan : Nurtanio meruapakan Bapak
Perintis Industri Pesawat Indonesia). Industri Pesawat Terbang Nurtanio
kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober
1985, kemudian direkstrurisasi, menjadi Dirgantara Indonesia (PT DI) pada
Agustuts 2000. Perlakuan istimewapun dialami oleh industri strategis lainnya
seperti PT PAL dan PT PINDAD.
Sejak pendirian industri-industri
statregis negara, tiap tahun pemerintah Soeharto menganggarkan dana APBN yang
relatif besar untuk mengembangkan industri teknologi tinggi. Dan anggaran
dengan angka yang sangat besar dikeluarkan sejak 1989 dimana Habibie memimpin
industri-industri strategis. Namun, Habibie memiliki alasan logis yakni untuk
memulai industri berteknologi tinggi, tentu membutuhkan investasi yang besar
dengan jangka waktu yang lama. Hasilnya tidak mungkin dirasakan langsung. Tanam
pohon durian saja butuh 10 tahun untuk memanen, apalagi industri teknologi
tinggi. Oleh karena itu, selama bertahun-tahun industri strategis ala
Habibie masih belum menunjukan hasil dan akibatnya negara terus membiayai biaya
operasi industri-industri strategis yang cukup besar.
Industri-industri strategis ala
Habibie (IPTN, Pindad, PAL) pada akhirnya memberikan hasil seperti pesawat
terbang, helikopter, senjata, kemampuan pelatihan dan jasa pemeliharaan
(maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat, amunisi, kapal, tank, panser,
senapan kaliber, water canon, kendaraan RPP-M, kendaraan combat dan masih
banyak lagi baik untuk keperluan sipil maupun militer.
Untuk skala internasional, BJ
Habibie terlibat dalam berbagai proyek desain dan konstruksi pesawat terbang
seperti Fokker F 28, Transall C-130 (militer transport), Hansa Jet 320 (jet
eksekutif), Air Bus A-300, pesawat transport DO-31 (pesawat dangn teknologi
mendarat dan lepas landas secara vertikal), CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan
teknologi fly-by-wire). Selain itu, Habibie secara tidak langsung ikut terlibat
dalam proyek perhitungan dan desain Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur
multi function, beberapa peluru kendali dan satelit.
Karena pola pikirnya tersebut, maka
saya menganggap beliau sebagai bapak teknologi Indonesia, terlepaskan seberapa
besar kesuksesan industri strategis ala Habibie. Karena kita tahu bahwa pada
tahun 1992, IMF menginstruksikan kepada Soeharto agar tidak memberikan dana
operasi kepada IPTN, sehingga pada saat itu IPTN mulai memasuki kondisi kritis.
Hal ini dikarenakan rencana Habibie membuat satelit sendiri (catatan : tahun
1970-an Indonesia merupakan negara terbesar ke-2 pemakaian satelit), pesawat
sendiri, serta peralatan militer sendiri. Hal ini didukung dengan 40 0rang tenaga
ahli Indonesia yang memiliki pengalaman kerja di perusahaan pembuat satelit
Hughes Amerika akan ditarik pulang ke Indonesia untuk mengembangkan industri
teknologi tinggi di Indonesia. Jika hal ini terwujud, maka ini akan mengancam
industri teknologi Amerika (mengurangi pangsa pasar) sekaligus kekhawatiran
kemampuan teknologi tinggi dan militer Indonesia.
Presiden Soeharto
Soeharto adalah Presiden kedua Republik
Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya
bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam
pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah.
Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani.
Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.
Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.
Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).
Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998.
residen RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta.
Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi Tim Dokter Kepresidenan menyampaikan siaran pers tentang wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP Jakarta akibat kegagalan multi organ.
Kemudian sekira pukul 14.40, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta. Ambulan yang mengusung jenazah Pak Harto
Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani.
Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.
Perkawinan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.
Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).
Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998.
residen RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta.
Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi Tim Dokter Kepresidenan menyampaikan siaran pers tentang wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP Jakarta akibat kegagalan multi organ.
Kemudian sekira pukul 14.40, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta. Ambulan yang mengusung jenazah Pak Harto
diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.
Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah Pak Harto. Isak tangis warga pecah begitu rangkaian kendaraan yang membawa jenazah mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekira pukul 14.55, Minggu (27/1).
Seementara itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan, menyempatkan mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya mantan Presiden RI Kedua Haji Muhammad Soeharto.
FOTO FOTO KENANGAN MANTAN PRESIDEN SOEHARTO